Uban Putih

Dulu kukira aku akan sempat
menikmati uban putihmu, berkilau-oranye-kuning-kemerahan
diterpa mentari sore saat kita duduk-duduk memaknai
hitungan debur demi debur ombak

Akan kularang kau mengecatnya
karena mahkot putih itu simbol cantik dalam saput bijak

Dulu kukira matahari senja atau matahari pagi sempat berkilau
di rambut putihmu
Dimana saat kita memandangnya akan ku buat kau tertawa
dalam kekanakanku yang tak hilang-hilang
ditengah arungan usia senja, seperti pernah kuperjanjikan padamu

Dulu kukira kau takkan meninggalkanku
sebelum senjaku berlalu, maka kubilang pada diriku :
“Alangkah lama malamku menjelang langitku”

Daun Hijau 2

Jiwaku berlari merentang belukar hutan
melayang melewati pohon-pohon
menyatu pada rambah gemuruh angin.
Lebur tanpa batas.

Hatiku berlari di antara pohon-pohon,
membawa gapai gemuruh perasaan yang ingin terbang mengangkasa lalu lenyap tanpa suara

Begitulah aku mencari-cari jejakmu di sini
Saat aku letih kupaku kakiku ke dermaga kecil
dan menemukanmu mengalir pada selembar daun hijau
yang mengapung di atas sungai hitam

(PiS)

Dari Stasiun Tugu Jogja

Senyummu tertinggal di peron KA
Wajahmu ada di semua bangku-bangku stasiun  itu

Lagu “I can’t stop loving you” mengusik hatiku
Tapi aku berharap aku bukanlah orang di dalam lagu itu
Kata orang “itu Stupid”
Mereka benar, mencintai yang sudah semu itu menyakitkan!

Sebelum sempat terucap kata “Selamat Tinggal”
karena untuk siapa?
Desing roda baja telah lebih dulu menyayat dada,
membawa ragaku bagai tak berjiwa

Kelak….?

Mungkin saja!
Nun jauh di negeri sana, ha ha ha ha….!

By : (Ivans)

Masygul

Masygul Di atas Kereta Api

Masygul Di atas Kereta Api

Dari atas gerbong kereta api yang dingin

Kubaca kau di lambaian daun-daunan
yang bertahan hidup meski akarnya meranggas

Kubisik namamu ke langit kemarau,
menatah hujan yang lama tak tiris-tiris

Wajahmu mengalir samar di alur sungai-sungai
yang berliku dan  berujung entah ke mana

Senyummu megah di lereng gunung-gunung
yang menjulang tinggi mengukir kenangmu

Kutangkap larimu yang timbul-tenggelam
berlarian bersama batang-batang pohon

Saat angin diam-diam menyela rambut pelipisku
kusimak desir suara semerbak hela nafasmu

Kekasihku, kemana lagi kaki harus kusentak!?
agar terlupa untaian tangis dan tawamu…
Sungguh! Hatiku  masygul…!!

PiS (PiS, 11.07.12 “Di gerbong KA yang senyap”)

Di Stasiun Tugu

Di stasiun Tugu,
senja memuai menjadi gelap
Ribuan teriakan melirih menjadi senyap
Hingar-bingar redam dalam kelam
Melipir mataku mencarimu
di antara kerumunan tak berwujud
Di sela-sela rel-rel dingin,
kurus langkahku menjadi kaki tirus
Batu-batu kaku membungkam hati beku
Jiwaku melebam di rajam repihan rindu

: Kusadari,
kau takkan pernah lagi
duduk di situ
menunggu
ku…

(PiS, 26.06.12 “Stasiun Tugu”)

Di Segelas Kopi Buatanmu

Di segelas kopi buatanmu
ada cinta yang indah ;
pahitnya kehidupan
dan hitamnya derita
renyah terurai
oleh manisnya butiran kasihmu
semua larut
di segelas kopi buatanmu

Aku rindu,
untuk mengapung
di segelas kopi buatanmu

(PiS, 11 Juni 2012 “6.12 AM, Saat-saat Rindu” )

Top Rated