“Ikhlas”


Tak perlu kucari makna kata itu di kamus,
Atau bertanya pada marah kemarau :
Kenapa rumput harus meranggas meriak mati?
Kenapa sungai tak mengalir lalu meruak keruh?
dan
Kenapa aku mesti menjadi sendiri
merundung sepi terpaku di sini….?!

Tak pula perlu kutanya makna kata itu pada para pujangga,
Atau bertanya pada bening malam :
Kenapa rembulan menyepi?
Kenapa bintang mengatup diri?

dan

kenapa aku lagi-lagi menuai muram
lalu berdiri mematung ke sini….?!

Di bentang sayup seruling kekasihku berbisik :

; Nantikanlah lahirnya sang esok…!
kan kau seduh sebuah jawaban setelah
Cahaya Mentari Pagi menorehkan hijau
ke wajah dedaunan

(PiS, 29.04.12, “Cahaya dan Seruling Bambu”)

Leave a comment

Top Rated