Tadinya aku tidak ingin memanggil nama itu, bahkan membisikkannya sekalipun. Karena ia telah ada jauh di seberang mengepakkan sayapnya. Ia telah mulai menyemai padi kehidupan, sedangkan aku baru menabur benih di sawah yang baru kugarap. Namun, tadinya kukira kegembiraannya utuh, sampai naluriku berbisik. Di ufuk, saat langit memerah, kulihat hening di matanya, redup dan menusuk ulu hati. Jadi aku datang menghiba agar engkau mempertimbangkan tentang waktu yang pernah kita perjanjikan. Kutakutkan butiran bening Olenka itu kembali mengalir. Lama aku menunggu, tak kunjung jua ada isyarat darimu. Maka kubawa perca hatiku ke jembatan layang.
Lalu! Sekilas, terbayang lagi waktu engkau berangkat ke Jakarta dan berkata akan menginap beberapa hari di sana. Telah kumohonkan dengan sungguh-sungguh padamu untuk tidak berangkat hari itu karena aku ingin menghabiskan liburan di sampingmu dalam redup matahari terbenam di Tritis, sambil memandangi anak-anak kita itu berlarian. Sesungguhnya aku ingin selalu di sisimu, karena ada suatu gejolak yang selalu mencemaskanku. Hari ini aku berdiri dekat stasiun kereta api. Kau ada di sana, kurasa waktu hari ini adalah hitungan mundur ketika engkau akan berangkat dulu itu. Ketika kau hendak berpamitan, sesaat sebelum berpisah kau membisikkan dengan tegas “Cuma tiga hari, atau beberapa hari.” Mencoba melegakan hatiku.
Tapi hari ini dalam gerbong kehidupan ini, kau berbisik ,”tiga tahun lagi, atau kalau kau telah bijaksana!” Lalu gerbong kereta api berangkat dan perlahan hilang di kejauhan. Kehilanganku yang dulu tergambar jelas tapi tidak sebanding dengan kehilangan panjang hari ini. Itu hanyalah debu halus yang tertiup angin senja. Yang hari ini tak terlukiskan…
Jadi bergulirlah butiran bening Olenka itu perlahan dari sudut mataku. Rel dingin tak mampu menahan diri, ia berkata, “Sadarlah, sampai kapanpun dia tidak akan menjadi siapa-siapa selain hanya sebagai ruang kecil di samudera hatimu atau sampai salah satu di antara kalian telah tiada“. Aku sesegukan.
(Nyanyian tiga tahun — “PiS – Juni 2011” )
From : www.Maryati.net
Luka Lain :
- Bangsal, Lorong Pilihan Yang Menentukan
- Olenka, Si Matahari Pagi (Awal…)
- Olenka, Si Matahari Senja
- Olenka, Si Matahari kecilku
- Olenka, Rinduku Seabad Padamu
- Olenka, Untuk Tiga Tahun
- Sangam House, Citarasa Dibalik Pintu Tebal
- Senja, Kenangan dan Aku
- Tuhan, Selembar Daun Kuning dan Kau = abadi
- Inilah Hidup..!! Tanpa Sepatah Kata
- Jemari Tuhan dan Sang Waktu
- Milas, Citarasa Di Balik Vegetarian
- Soma Yoga, Vegetarian & Citarasa
- Maaf, Kalau Masih Mungkin…
- Tadi pagi
- Lusidus