Lelawa
seperti menanti sebuah musim yang tak ada
pada setiap musim yang selalu berganti
begitulah bisik paru-paruku pada langit
saat awan memukau jemari nafas rindu
seperti mencari mata air yang hilang
pada setiap deras sungai kasih yang kau aliri
begitulah kecipak riam menyibak suara alam
saat kau mengatupkan matamu meninggalkanku
Kau yang menyiramkan warnamu :
memekarkan kalimat indah karena bagai buai mimpi
Kau yang memahat hatiku :
memerdekakan jiwaku mengejar sayap bayangmu
Di kepalku masih kugenggam tulus ikhlasmu
yang selalu setia menitiskan rasa kasih
membungkam gersangku yang masih terbentang
Dan pagi ini, dari matamu luruh lelawa
menyaput benih rumput biru di halaman batinku
(PiS; 14 Februari 2012, “Di semua musim”)