Surat Maya Untuk Maryati
Mar..,
Kau tahu, kemanapun aku pergi, mungkin rasanya akan sama saja. Jadi kusingkirkan saja pikiran terhadap angan tentang pemilihan suatu tempat atau berkelana ke tempat demi tempat-tempat lain, lalu membayangkan aliran nafas kehidupanku yang mencoba berdiri sambil melepaskan cengkraman akar-akar rasa rindu padamu di sana bergulir dengan lancar.
Kurasa aku tak perlu membanding-bandingkan suatu tempat dengan tempat lain, lalu bermimpi menemukan tiang di suatu tempat untuk menambatkan hatiku karena siapa tahu di tempat itu kutemukan ketenangan jiwa yang lama kucari walau tanpamu.
Ah… kurasa takkan ada tempat seperti itu! Jadi.., biarkanlah dulu sementara ini aku di sini, mencoba menguburkan lukisan jiwaku yang berisi gambaran-gambaran dari perasaan hingar-bingar yang berkejaran dan berlarian tanpa arah, lukisan yang selalu berlomba menampilkan ribuan warna tentangmu, namamu, raut wajahmu, senyummu dan seluruh kemilau kenangan tentangmu.
Harus kuterima saja guratan lukisan-lukisan itu dengan menyiapkan sebuah kanvas seluas-luasnya di hamparan sisa waktu dan pikiranku. Karena tak ada lagi yang bisa kulakukan selain membiarkannya saja mengalir ke dalamnya bersama arus sungai di depanku ini, entah kemanapun semua itu kelak akan bermuara.
Perasaan…! Rindu! Sungguh kau tak terkuburkan di tempat manapun di muka bumi ini. Tempat yang ditunjuk orang atau yang kupilih sendiri.
Kini di sini, di siang terik di bawah gemerisik daun yang melambai, saat sayup dan hening menang atas seluruh redup sudut pandang jiwaku, kau serasa hadir di sisi kananku. Saat kesunyian merajai kehijauan dan meredam suara arus sungai yang lunglai, saat desau angin membuai seluruh sendi rasa rindu yang tak habis-habisnya, mungkinkah kau memang berada di sini, di tempat ini? Mungkinkah kau melihatku dan mencoba menentramkanku lewat desau angin?
Hatiku berperang dengan Pikiranku!
Ah…, kurasa kualah yang berbisik di antara helai-helai daun sawit dan gemericik sungai kecil. Kau merangkulku lembut saat aku mengatup mata, lalu memperdengarkan suara kecil serupa desau di daun telingaku. Bisikmu menyejukkan hatiku saat pelan-pelan kau bilang : “Segalanya akan baik-baik saja”
Jadi kutuliskan surat mayaku ini padamu sekedar untuk bilang terimakasih. Dan bila esok menjelang, saat aku kembali singgah di sini, kuundang kau lewat surat ini. Datang, mampir dan bisikilah aku sekali lagi dan sekali lagi, sebagai pertanda bahwa kau juga masih memiliki rasa rindu padaku yang dulu kau janjikan tidak akan pernah pudar. Lubuk hatiku akan menuliskan lagi surat-surat maya lainnya sebagai pertanda bahwa seluruh jiwa ragaku masih utuh menyimpan rasa rindu sempurna yang hanya untukmu, meski di tempat manapun aku berada dan menghela nafas kehidupan. Karena sungguh, aku masih menyayangimu. Sungguh!
Riau, 20 Agustus 2012
(Pis)
Draft dari http://www.maryati.net