Catatan Harian 04 Desember 2013 – Kanker dan aku yang sedang berada di bawah daun-daun hijau
Pikiran-pikiranmu bebas, tapi tak boleh mengganggu pikiran-pikiranku. Mungkin terkesan sinis aku mengatakannya padamu. Tapi kau harus kuberitahu, mungkin menjelang usiaku yang tua begini, tak banyak lagi yang kuharapkan selain menerima apapun yang kudapatkan, tidak lagi mengharapkan kesenangan-kesenangan duniawi, lampu-lampu gemerlap metropolitan, rokok bermerek, bermain-main di tempat rekreasi, baju bagus, refreshing pantai, mancing, minum-minum (Jangan masukkan teh hangat atau secangkir kopi tentunya), shopping dsb. Kalaupun semua itu terpaksa kulakukan, itu demi kau, bukan demi aku. Meski aku tak akan pernah menilai dirimu minus hanya karena itu.
Kau juga harus kuberitahu, sudah lama aku belajar untuk menerima bahwa bekerja harus kuanggap sebagai sebuah kesenangan, sebagai sebuah hobi, atau sebagai sebuah pengganti gemerlap-gemerlap yang sering menarik laron-laron hingga terjebak di balik kaca.
Maka itu kukatakan : “Pikiran-pikiranmu bebas, boleh kau ungkapkan kepadaku, namun kau jangan memaksa agar hal itu bisa mengganggu pikiran-pikiranku dan bersifat memaksa hanya karena aku skeptis akan hal itu. Karena untuk yang tidak kusuka aku berusaha untuk tidak marah, dan tidak suka balik memaksa, tetapi aku akan lebih suka memilih untuk pergi menyendiri berlinang ke dalam pekerjaan-pekerjaanku.”
Ah… kau, janganlah menghujatku. Percuma! Telingaku hanya terbuka pada suara-suara yang lagi susah, yang lagi sakit dan butuh nasehat kecil tentang sebuah kata kunci “Kanker”
Kau mungkin tidak akan takut dengan kata “kanker” itu, kau boleh saja berseloroh tentangnya sebagai sebuah kantong kering atau anekdot lainnya hingga kau kelak menghadapinya karena ia bernaung di dalam dirimu, dalam diri orang yang kau kasihi, dalam diri saudaramu atau dalam diri teman yang kau sayangi. Jika kau terpaku karenanya dan merasa berdenging di dengkulmu karena tak kuat menahan kekhawatiran, boleh-boleh saja kau berbicara dari hati ke hati padaku, itupun kalau kau mau dan merasa belum ada yang lainnya yang lebih baik.
Untuk yang pertama, kau boleh mengajakku tertawa sembari aku tetap bekerja di bawah daun-daun hijau kelapa sawitku tanpa harus berhenti dan tanpa harus melap keringat. Namun untuk yang kedua, aku akan berhenti bekerja, sedaya upaya akan mencoba menenangkan diriku lalu menenangkan dirimu, mengingat apa yang pernah kupelajari dan kualami selama beberapa tahun tentang kanker sialan itu. Lalu mencoba memetik hikmah yang perlu dan berbagi kalau kau mau menerimanya. Kau boleh memilah, memakai yang kau perlu dan membuang yang kau tak suka. Mungkin kau akan bertanya dan aku berusaha menjawab. Mungkin pengetahuanku tentang itu masihlah cetek dibanding dokter-dokter ahli. Tentu saja itu benar, tapi aku memiliki waktu yang berlebih dibanding mereka, dan aku tak harus mengingat jarum jam atau memutar tombol-tombol waktu sejak pertama kali kita bicara tentang penyakit sialan itu lalu mengeluarkan billing. Tidak! Ini kulakukan karena akupun pernah sedikit terdamaikan oleh orang yang tidak kukenal waktu penyakit itu ada didepan mataku selama bertahun-tahun. Dia memberiku nasihat yang tidak kalah mahalnya dibanding yang diberikan oleh dokter walaupun hanya lewat sms dan hanya lewat dunia maya belaka. Waktu itu sudah kusadari bahwa pengetahuan dia tentang penyakit kanker itu sangatlah jauh dibanding dengan apa yang menjadi harapanku atas sejumlah pertanyaan yang bergayut di hati. Tapi kedamaian dan pengharapan tetaplah terkandung dalam kalimatnya dan itu hingga kini belumlah mampu kubayar dengan apapun selain daripada mencoba berbuat seperti yang pernah dilakukannya padaku.